Berita Palangkaraya
Konflik Agraria di Kalteng Kian Meningkat, Walhi Sebut Buntut Pengelolaan Lingkungan Buruk
Konflik agraria kian masifdan meningkat di Kalteng, Walhi sebut hal itu dikarenakan pengelolaan lingkungan yang buruk oleh pemerintah daerah
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Konflik agraria yang semakin masif terjadi di Kalimatan Tengah (Kalteng), tidak terlepas dari masih buruknya kebijakan tata kelola lingkungan dan sumber daya alam yang dilakukan oleh pemerintah.
Dampak buruk konflik agraria bukan dirasakan perusahaan, aparat, apalagi pemerintah. Selama ini masyarakatlah yang paling merasakan dampak negatif konflik agraria di Kalteng.
Mulai dari kehilangan lahan untuk hidup, mendapat tindakan represif saat berdemonstrasi, penjara bahkan nyawa jadi taruhan masyarakat saat aksi menuntut hak plasma 20 persen.
Ada juga yang menjarah sawit milik perusahaan karena tuntutan mereka tak digubris.
Terbaru masyarakat kembali menahan rasa sakit hati karena aparat pembunuh warga Bangkal, Seruyan dihukum ringan hanya 10 bulan penjara.
Tragedi penembak yang menewaskan Gijik dan membuat Taufik cacat permanen juga buntut dari konflik agraria di Seruyan, Kalteng.
Manajer Advokasi, Kajian dan Kampanye Walhi Kalteng, Janang Firman Palanungkai menyebut, model pembangunan yang masih bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam dan privatisasi wilayah dengan memberikan izin-izin penguasaan dan pengelolaannya secara berlebihan kepada korporasi swasta juga menjadi pemicu.
Berdasarkan hasil analisis Walhi Kalteng menunjukan sudah hampir 80 persen wilayah Kalteng telah dikuasai oleh konsesi.
"Sempitnya ruang wilayah kelola rakyat menjadi potensi utama konflik agraria yang setiap tahunnya semakin meningkat," ucap Janang, Rabu (12/6/2024).
Apalagi dalam aktivitasnya, Perusahaan Besar Swasta (PBS) di Kalteng hampir selalu diiringi dengan intimidasi, perampasan lahan, dan kriminalisasi.
Hak masyarakat yang seharusnya diberikan oleh perusahaan juga sering diabaikan misalnya realisasi 20 persen plasma.
Selain itu, bentuk pengawasan pemerintah juga masih tampak lemah dan terkesan mengabaikan serta tutup mata dengan apa yang terjadi.
"Apalagi kebijakan mitigasi konflik agraria juga belum ada gambaran yang jelas hingga saat ini," lanjut Janang.
Berdasarkan hasil rekapitulasi data dan analisis Walhi Kalteng soal penguasaan ruang di Kalteng pada periode 2022-2023 terdapat kenaikan perluasan perizinan korporasi sumber daya alam.
Satu di antara contohnya, penguasaan lahan untuk perkebunan di Kalteng pada periode 2022-2023 mengalami kenaikan yang cukup signifikan yakni sekira 245.556 hektare. Penguasaan lahan untuk kehutanan di Kalteng pada periode 2022-2023 juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan yakni seluas lebih kurang 62.237,33 hektare.
Tak Ada Anggaran Tambahan, Pemprov Targetkan RTH Eks KONI Kalteng Selesai Paling Lambat Desember |
![]() |
---|
Panen Jagung di Pekarangan Polresta Palangka Raya, Achmad Zaini: Bukti Bisa Bertani di Tengah Kota |
![]() |
---|
Simpan 24 Paket Sabu, Napi Rutan Kelas IIA Ditangkap Satresnarkoba Polresta Palangka Raya |
![]() |
---|
Pemprov Kalteng Bakal Kaji Pelanggaran Aturan dan Kerusakan Lingkungan oleh 7 Perusahaan Tambang |
![]() |
---|
Program Makan Bergizi Gratis Palangka Raya Sasar Seluruh Sekolah, Pemko Tambah 5 Dapur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.